AKUARIUM DAN PANCI UAP

Suatu ketika seorang Penatua ditugaskan memimpin suatu acara diskusi muda-mudi di gereja.  Tema diskusi kali ini adalah:  “Menjadi isteri Pendeta,  beban atau kesempatan?”   Penatua tersebut sengaja memberikan tema demikian karena di gereja itu ada sedikit masalah dengan kehidupan Pendetanya. Meskipun telah berumur 35 tahun, namun Pendeta itu belum memiliki pasangan hidup.  Padahal jumlah pemudi dalam gereja tersebut cukup banyak. Dan dalam kebaktian muda-mudi,  75%  adalah pemudi.   Acara diskusi itu berjalan dengan sangat seru,  karena hampir  semua peserta mengeluarkan pendapatnya masing-masing.  Sementara yang pemuda lebih banyak berdiam dan mendengarkan jalannya diskusi,  namun yang pemudi tampak aktif semua.  Bahkan banyak diantara pemudi memberikan pandangan dan anekdot yang lucu tentang peran isteri seorang Pendeta.

Sebelum acara diskusi itu diakhiri,  Penatua memberikan semacam kertas angket untuk mengetahui berapa persenkah pemudi di gereja itu yang tertarik  dan berani menjadi isteri Pendeta?  Setelah kertas angket itu ditarik kembali,  ternyata  hanya ada  5%  pemudi yang hadir saat itu yang menyatakan diri  tertarik untuk menjadi isteri Pendeta.  Dengan demikian berarti ada  95%  pemudi  yang tidak tertarik dan tidak berani menjadi isteri seorang Pendeta.  Hasil angket itu sangat mengejutkan sang Penatua,  sehingga tidak heran bahwa Pendeta yang melayani di tempat itu sudah berumur cukup tinggi namun belum memiliki pasangan hidup.  Bahkan dari antara kertas angket yang ditarik kembali, ada seorang saudari menambahkan suatu komentar:   “Saya tidak mau menjadi seorang isteri Pendeta,  saya kira menjadi peran sebagai isteri Pendeta adalah yang paling sukar di dunia, harus bisa berbicara di mimbar, bernyanyi, bermain piano, dan juga harus memimpin pujian;  bertubuh tidak tinggi dan tidak pendek, tidak gemuk, tidak kurus, berbicara tidak terlalu keras juga tidak terlalu kecil,  berdandan tidak medok juga tidak tawar …..”

Menjadi seorang isteri Pendeta bagi banyak orang memang merupakan suatu beban,  yang kalau tidak terpaksa lebih baik jangan dilakoni.  Pandangan demikian agaknya sangat umum dikalangan pemudi-pemudi Kristen.  Karena itu pada tahun  1980,  sebuah majalah Amerika  Leadership   dimuat sebuah cerita bergambar yang sangat berarti,  di dalam salah satu artikel majalah itu digambarkan dua orang saudari sedang melewati bangunan geeja,  kemudian yang seorang berkata kepada yang lain: “Lihatlah,  inilah tempat tinggal Pendeta kami.”    Dalam cerita tersebut dilukis sebuah tempat yang cukup besar yang dapat dilihat dengan jelas dari luar (sejenis kaca tembus pandang) seperti akuarium,  di mana sebuah keluarga tinggal di sana.  Hal ini membuat isteri Pendeta susah, karena sama sekali tidak ada rahasia dalam keluarga Pendeta yang bisa ditutupi,   seluruh jemaat memperhatikan kehidupan keluarga ini.

Pada tahun yang sama,  majalah lain di Amerika  ‘Partnership’ (saat ini diubah menjadi  ‘Marriage  Partnership’),   juga ditulis khusus untuk isteri Pendeta.  Diantaranya juga terdapat cerita bergambar yang cukup menarik;  seorang isteri Pendeta ditaruh dalam panci yang ditekan,  dan disekelilingnya menguap asap yang panas,  ibu pendeta yang ada di dalam panci itu menjulurkan lidahnya seperti setengah mati setengah hidup.

Tidak lama kemudian, dalam majalah yang sama dimuat lagi sebuah cerita bergambar yang lucu;  seorang wanita menuntun seekor anjing berjalan-jalan,  dan di bawah gambar itu terdapat sebaris kata-kata yang diucapkan kepada anjing tersebut:  “Hitam kecil,  kamu harus baik-baik lho,  jangan lupa bahwa kamu adalah anjing keluarga Pendeta.”    Dari semua gambar ini,  Saudara akan menemukan bahwa menjadi isteri di dalam keluarga Pendeta tidaklah mudah,  menjadi anak-anaknya tidaklah mudah, bahkan menjadi anjingnyapun tidak mudah pula.  Ini adalah cerita bergambar dalam majalah Amerika tahun  1980.  jadi,  kesimpulannya;  menjadi isteri Pendeta adalah sesuatu hal yang sukar, di manapun sama saja.


Saudara dan Saudariku,  memang menjadi seorang isteri Pendeta tidaklah mudah.  Isteri Pendeta harus menghadapi banyak sekali kesukaran, tetapi sesuai dengan tema diskusi di atas:  “Menjadi isteri Pendeta,  beban atau kesempatan”  kita akan berpikir beberapa ayat Firman Tuhan:

            “Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri.  Sebab jika hidup, kita hidup untuk Tuhan,  dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan”    (Roma 14:7-8).
            “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.  Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”   (II Korintus 5:14-15).
            “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?  Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!   (I Korintus 1:19-20).

Berdasarkan ayat-ayat di atas,  saya ingin menegaskan bahwa kita semua yang telah ditebus oleh darah Kristus telah menjadi milik Kristus.  Tuhan menghendaki setiap orang yang ingit mengikutiNya menyangkal diri sendiri dan memikul salib (Mat 16:24-25).  Apa makna dari  ‘menyangkal diri sendiri’?  yaitu dalam diri kita sudah tidak ada lagi  ke-akuan.  Bahwa diri kita bukan milik kita lagi,  tetapi milik Dia yang telah menebus dan membeli kita dengan darah yang mahal  (I Petrus 1:18-19).  Dan jikalau kita adalah milik Kristus sudah seharusnya kita taat sepenuhnya pada kehendak Allah. Bagaimana Allah membentuk kita dan di mana Allah menempatkan kita untuk berkarya demi kemuliaan namaNya,  tidak ada sedikitpun alasan bagi kita untuk menolak.

Jika Allah menghendaki seorang saudari menjadi isteri seorang Pendeta,  seharusnya tidak ada alasan untuk menolaknya.  Jadikanlah dan ubahlah istilah  beban’ itu  suatu   tantangan’   dan  kesempatan’.  Sama seperti yang dialami oleh perawan Maria ketika mendapatkan berita dari malaikat Allah bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki?  Bagaimanakah sesungguhnya perasaan Maria saat itu?  Beban atau kesempatan?  Bagi Maria dua-duanya harus ia ambil.  Dikatakan beban karena ia harus mengandung dan melahirkan seorang anak sebelum ia menikah.  Dimata masyarakat dia akan dicap sebagai seorang wanita tidak benar.  Bahkan calon suaminya sendiri, yaitu Yusuf secara diam-diam ingin melepaskan Maria yang sudah bertunangan dengannya.  Sedangkan dikatakan kesempatan karena ini adalah peristiwa terbesar dan terlangka di dunia ini.  Bayi yang akan dia kandung bukan bayi sembarangan,  tetapi benih Roh Kudus yang akan melahirkan seorang bayi yang bernama  Yesus Kristus.  Karena itu Maria memilih mengambil kesempatan itu dengan berkata kepada malaikat yang diutus kepadanya:  “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan;  jadilah kepadaku menurut perkataanmu itu”   (Lukas 1:38).

SHARE ON:

Hello guys, I'm Tien Tran, a freelance web designer and Wordpress nerd. Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque laudantium, totam rem aperiam, eaque ipsa quae.

    Blogger Comment

1 komentar:

@nuunaRis mengatakan...

kasian skali depe pendeta eee